Kamis, 30 Januari 2014

naskah drama 12 orang, judul : semua karena uang

Judul : Semua Karna Uang

Tema : pelajaran hidup untuk menanggapi akibat dari uang

Latar, Tempat : kantor pengadilan, trotoar.

            Waktu : siang, sore.

Alur : maju mundur

Pesan yang disampaikan : orang yang bersyukur akan selalu merasa bahagia, tetapi orang yang tak pernah bersyukur akan selalu merasa kurang dalam setiap yang dilakukanya atau yang dilakukan orang lain.

Anggota, Peran :

-      Sinta Gisthi Ardhiani sebagai Sinta : remaja berumur 19 tahun yang berjalan pulang dengan santai, ramah, baik hati, murah senyum tetapi sedikit cerewet. Juga sebagai saksi di pengadilan

-      Muhamad Alsera sebagai Bapak Sera : Hakim yang berwibawa dan teguh pendirian juga tegas

-      Yunita Narulita Hadija sebagai Uni Ita : tersangka kasus penipuan yang tidak menerima keputusan dengan mudah

-      Warta sebagai Abah Ata : tukang batagor keliling yang selalu berputus asa dan tak pernah bersyukur

-      Hani Hermawati sebagai Hani : pengemis yang pura-pura buta dan tak pernah mau beruasaha

-      Euis Latifah sebagai Euis : teman Hani, penuntun Hani ketika menjalankan tugas dijalanan dan sering mengeluh capek.

-      Fifit Promesti sebagai Bi Ipit : tukang sapu yang selalu ikut nimbrung walau tak tau apa-apa

-      Bayu Yudha Perwira sebagai Ubay : tukang parkir asal Jogjakarta yang penyabar, sering bersyukur dan selalu semangat

-      Nyai Tita Mutiara sebagai Nyai Ita : tukang koran yang baik hati dan ramah

-      Wika Widiawati sebagai Wika : saksi di pengadilan yang bersemangat

-      Iis Darsiah sebagai Iin : saksi di pengadilan yang suka meneriaki Uni Ita

-      Rudi Sabar Manalu sebagai Rudi : saksi di pengadilan yang sering teriak-teriak tak jelas meneriaki orang-orang



Bagi sebagian orang miskin, punya uang banyak itu kebahagiaan dan kesempurnaan. Tak perlu bersusah payah dan bekerja terlalu keras. Banyak orang berdemo ingin gaji bulananya naik. Tapi nyatanya usaha mereka dari subuh hingga petang meneriaki gedung pemerintah itu nihil. Mereka hanya bisa menuntut tanpa berfikir. Banyak orang mencuri, memalak, menodong hanya untuk uang. Mereka itu miskin karena uang, atau miskin karena kurang bersyukur? Sepertinya yang kedua itu 50 persen benar. Buktinya, koruptor. Sudah kaya, masih ingin uang. Mereka para koruptor tak melihat orang bawahan mereka. Dan adapun para orang kaya yang rela mengeluarkan banyak uang demi tak mau repot. Seperti hari kemarin. Sinta memergoki orang kaya menyodorkan uang pada hakim setelah persidangan ditutup.

Siang hari didalam ruang sidang...

Hakim        : “Bahwa benar serta jelas berdasarkan keterangan saksi-saksi yang dikuatkan dengan adanya barang bukti yang berhasil disita bahwa sejak bulan Januari 2012 sampai dengan bulan Januari 2013 telah terjadi tindak pidana penipuan barang berupa uang senilai Rp.200.000,00 dari hasil kejahatan di Jalan Susantolegowo Kecamatan Rawabagi barat Kabupaten Karawang. Maka dengan begitu tersangka Uni Ita dikenai hukuman 2 Tahun penjara” (mengetuk palu 3 kali)

Palu diketuk 3 kali oleh hakim menandakan sidang telah berakhir dengan keputusan yang telah ditentukan dan dipertimbangkan. Dan semua saksi bersorak sorai bergembira.Tetapi dibelakang persidangan setelah penutupan, Uni Ita menghampiri Hakim. Dan Sinta tak sengaja memergokinya..

Uni Ita      : “permisi pak, saya mohon ringan kan hukuman saya..” (memohon,memasang muka sedih)

Hakim        : “maaf bu, tidak bisa. Ini sudah keputusan hakim” (lalu pergi)

Uni Ita      : (mengejar) “pak tolong, saya mohon. Ini ada banyak uang didalamnya untuk bapak. Tapi saya mohon ringankan hukumanya” (menyodorkan kotak berisikan uang yang telah dipersiapkannya)

Hakim        : “MAAF BU. TIDAK BISA!” (suara tinggi, lalu pergi)

Uni Ita      : (tidak mengejar, wajah kesal)

Sinta          : (lalu pergi berjalan kaki)

Hakim itu tak tergiur ternyata. Hukuman, memang harus berjalan adil. Negri ini memang butuh hakim tegas yang menolak mentah-mentah uang dalam koper. Dengan begitu, orang bawahan akan merasa adil. Tetapi, seadil apapun pemerintah bagi orang miskin yang jauh akan bersyukur pasti tak akan pernah tau keadilan itu. Setelah melihat orangkaya menyuap uang dengan mudahnya, Sinta pergi dan berhenti di pinggiran trotoar untuk membeli makanan kaki5. Duduk seketika sambil menikmati cuaca yang panasnya merasuk ke dalam baju dan membuat keringat bercucuran di tubuh yang kepanasan.

Sore, diatas trotoar jalan pulang kerumah Sinta..

Sinta          : “bah beli batagornya satu aja ya, gak pake timun, gak pake saos, gak pake sambel, gak pake pangsitnya. Bumbunya agak banyak ya bah“ (lalu duduk, menunggu)

Abah Ata : “iya neng, sekalian jangan pake batagornya ya”

Sinta          : “haha bisa aja si Abah” (memainkan handphone)

Datang Hani dan Euis lalu menyapa Abah Ata..

Hani           : “huh! dagangan gimana? Laku gak bah Ata?”

Abah Ata : “alah ni segini mulu dari kemaren! Kapan kaya kali saya! Tuhan mah gak pernah adil sama kita!” (memberi batagor pada Sinta) “nih neng”

Sinta          : “ya” (memasukan handphone-nya dan ngambil batagor dari Abah Ata)

Euis            : “iya bah! Kapan ya saya kaya. Duit segini aja. Cape saya! Cape! Orang kaya dapet apa yang mereka pengen mang! Serba sengsara! Kontrakan belum dibayar lagi. Lah idup teh cape!”

Hani           : “iya ya! Kapan kali saya jadi kaya. Bosen saya jadi orang miskin. Gak bisa berbuat apa-apa. Masa saya kemarin ngemis ke mobil fortuner gak dikasih! Alah dasar orang kaya pelit! Mobil bagus tapi kere ngasih orang miskin duit!”

Bi Ipit ikut nimbrung..

Bi Ipit        : “Tuhan gak adil, saya kan pengen jadi orang kaya!”

Abah Ata, Hani dan Euis : “samaa, saya juga..” (bersamaan)

Sinta          : (tersenyum) “haha, bukan gak adil, kalianya aja yang kurang bersyukur bah, ibi, mbak..” (sambil mengunyah)

Abah Ata : “ya neng kan orang kaya, mana tau penderitaan kita!”

Sinta          : “yeh dibilangin..” (memberi uang pada Abah Ata)

Datang Wika, Ucok, dan Iis untuk membeli batagor Abah Ata..

Wika, Ucok, dan Iis : “bah beli batagor ya!”

Sinta          : “tuh kan bah ada yang beli..”

Abah Ata : “ya tetep gak abis.. uangnya juga belum balik modal..“ (memberikan batagor pada Wika, Ucok, dan Iis)

Wika, Ucok dan Iis memberi uang pada Abah Ata lalu pergi..

Sinta          : “yeh bah Ata mah! Dikasi tau juga”

Abah Ata : (memberi kembalian pada Sinta)

Sinta          : (Pergi melanjutkan perjalanan)

Sinta telah habiskan batagornya. Lantas ia pergi dan menuju jalan pulang. Tetapi dijarak yang berdekatan Sinta melihat tukang parkir yang ia kenal sedang menghitung uang hasil jerih payahnya.

Sinta          : “eh ubay, belum pulang?” (melihat tangan Ubay yang sedang menghitung uang)

Ubay          : “eh mbak, belum mbak” (tersenyum, memasukan uangnya ke        dompet)

Sinta          : “ciye ciye ciyee, abis ngitung uang nih. Dapet berapa hari ini bay?

Ubay          : (mengelap keringat di wajahnya) “alhamdulillah mbak, Segini aja saya syukur daripada ndak dapet sama sekali. Soalnya ini kerja keras saya. Buat istri saya dirumah. Hehe”

Sinta          : “wah.. bagus itu. semoga besok dapet lebih yaa”

Ubay          : “wah amiin mbak makasi yo”

Tiba tiba datang Nyai Ita. Yang setiap hari juga mengirimkan koran kerumah sinta..

Nyai Ita    : “eh si Neng, belum pulang?”

Sinta          : “eh iya nih aku engga naik angkot pulang dari pengadilan tadi. Jadinya jalan.”

Nyai Ita dan Ubay : “ada apa di pengadilan neng, mbak?” (bersamaan)

Sinta          : “dih kepo dih kepoo..” (tertawa)

Ubay          : “ah endak, biasa aja ko” (memalingkan muka)

Nyai ita     : “ah si neng bisa wae” (menepuk bahu Sinta)

Sinta          : “haha, engga tadi aku disuruh jadi saksi buat temenku yang ketipu uang”

Nyai Ita    : “ooh, wah pasti cape ya. Ayo saya antar pulang, udah sore neng. Sekalian saya mau pulang juga.”

Sinta          : “ah jadi ngerepotin. Engga apa-apa biar saya pulang sendiri aja. Kasian Nyai nanti cape”

Nyai Ita    : “dih si neng, engga apa-apa neng saya mah engga keberatan ko. Ayo. . Lagian kita kan searah”

Sinta          : “ohh iya ya. Lupa. Bay, kita pulang duluan ya..”

Ubay          : “oh iya mbak silahkan”

Sinta pun pulang bersama Nyai Ita sambil berjalan Kaki..

Ternyata, tak semua orang miskin itu gila ingin punya banyak uang. mereka memang miskin akan harta. Tapi Agama mengajarkan mereka untuk tak berkata bahwa mereka miskin. Karna mereka tak pernah miskin ilmu, tak pernah miskin kasih sayang, tak pernah miskin hati, dan yang paling penting mereka memiliki Tuhan. Karna Tuhan selalu menjaga mereka dari uang. Menjaga mereka dari keserakahan harta. Dan mengajarkan mereka cara bersyukur.

Semua karna uang. Kaya karna uang, miskin karna uang. Serakah karna uang, bersyukur karna uang. Tinggal pilih saja. Uang, atau Tuhan yang menciptakan adanya uang dimuka bumi ini. TAMAT.

sinta gisthi ardhiani, 20 Januari 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar