Malam
menyelam untuk yang ke beribu kalinya. Menyeru remaja tanggung yang satu ini
duduk sejenak menghanyutkan burung-burung yang masih menggelayuti kepala dan
memutarinya itu. lalu ia segera meliku diantara tembok dan gantungan handuk
untuk menerobos kakaknya mandi.
“gue duluan ya yang mandi..”
wajah tanpa dosa dengan mata yang masih merem-melek mampu membuat jengkel
Billqis yang memang sudah terlebih dahulu bersiap tuk mandi.
“eh gila! Enggakkkk..!!! gue
duluu.. ih!” sontak Billqis mendorong pintu kamar mandi dan masuk menggerutu
pada si penyerobot. Dan kali ini Billqis memang harus mengalah kembali untuk
mandi bersama dengan adiknya yang membosankan itu.
***
“KRINGGG...!!!
KRINGG..!!! KRINGG..!!!” bel mungkin sudah disentuh oleh guru piket hari
ini tapi, tetap saja kaki-kaki murid kelas ini masih berani menginjak area luar
pintu kelas untuk sekedar menunggu seruan yang lain.
“BAPA WOY BAPA! Masuk woy! Ada
pak GUNTUR!” dan dengan refleks seruan itu memaksa kaki-kaki
mereka menghambur kedalam kelas dan duduk rapi di kursi-kursi mereka.
“Attantion please! Before we
study, lets pray together. Pray... begin!” senyap. Kelas ini sekejap senyap.
Berdo’a semua kah? Entahlah. Hanya mereka dan Tuhan yang tau.
“Finish. Great to the teacher!”
ketua murid menyerukannya sedikit ragu. Karna ia mengetahui arti raut wajah pak
Guntur hari ini. bad mood. Tepat sekali. Sangat amat
tepat.
“Pie iki? Kelas, opo pembuangan
debu sepatu-sepatu bau kalian? Jadi? Daritadi ngapain aja kalian selama saya ndak
ada? Pada diluar? Yasudah silakan lanjutin saja ngerumpi diluar! Saya sudah
bete kalu kayak gini! Saya ndak mau ngajar hari ini!” pak Guntur pergi keluar.
hal ini belum pernah terjadi, tapi logat jawanya, tatapannya, nada bicaranya,
masih seperti itu. menggetarkan hati dan bagai gembok untuk bibir semua murid
yang tak bergeming sedikitpun. Kalau sudah begini, resiko yang menjadi ketua
murid. Mika. Sayang, Qinntan pun harus ikut merayu pak Guntur. LAGI. Selalu dia.
Bahkan dia kan bukan wakil ketua murid.
Pak Guntur. Dari namanya saja sudah menggelegar rasanya.
Apalagi kalau ditemui. Tapi, jangan salah. Dia itu guru yang dapat mempengaruhi
muridnya. Kalau dia sedang kocak. Melihat wajahnya saja murid terkadang harus
menahan tawa karna dia selalu memperagakan hal lucu. Dan kalau dia sedang
serius. Murid pun akan serius dengan sendirinya. Dan satu lagi, pak Guntur akan
tetap pada pendirian awalnya. “saya ndak mau ngajar hari ini” benar saja. Dia
tak mempan oleh rayuan Qinntan dan Mika. Selalu begitu. Yasudahlah, kalu begini
kan “HORE” menurut anak-anak. Lantas Qinntan dan Mika melangkah menjauhi ruang
guru dan sampai didepan pintu kelas.
“Qinntan,
kenapa ya? Kalau guru gak masuk bosen, tapi kalau belajar malah males. Haha..”
celetuk Mika. Mungkin ini asli dari hatinya.
“haha, gak
pasang niat cari ilmu sih lu. Lantas kalau begitu lu kesekolah mau ngapain? Mau
ngecengin cowo? Engga kan.” Qinntan selalu menjawab begitu lantas masuk dan
berdiri didepan keramaian dan berteriak pengang. “WOYYYY...!” selalu ada yang
pulang setiap hari kalau Qinntan sudah berteriak. Dan orang yang pulang
tersebut akan langsung meminta orang tuanya tuk berobat ke Poli THT.
“Pak Guntur gak mau ngajar hari
ini! Katanya, lain kali kalau guru mau ngajar itu sapuin kelas dulu. Gak enak
guru ngajarnya juga kalau kotor! Lagian kemana sih yang piket? Gak bertanggung
jawab banget! Jadwal piket udah nemplok di dinding gitu! Masi aja gak liat
matanya. Kalo udah gini kan rugi kita juga.” Dia menyampaikan amanat dari pak
Guntur. Sekaligus memulai ritualnya kembali. Marah-marah.
“Teuu daaa...” ceplos seseorang
pria yang duduk dekat jendela.
“gak mikir banget sih lu!”
celetukan pria yang duduk dekat jendela tadi sepertinya membuatnya kehilangan
kesabaran untuk tak berkicau lagi.
“O ah O. Teleg tah” teman
disamping si pria dekat jendela itu membantunya. Sebal pada Qinntan yang hobby
banget ngomongin orang. Anak ini memang selalu mengatur hidup orang. Padahal,
sudahlah tak usah dipermasalahkan. Orang lain ini yang nantinya rugi sendiri.
Tapi entahlah, menurutnya itu yang terbaik agar mereka mampu berfikir mana yang
baik dan mana yang buruk. Dia lebih memikirkan oranglain daripada dirinya
sendiri.
“ges nu kitumah tong di dengekeun
tan!” Kiky membantu meredam emosi Qinntan. Dan ia menghela nafas lalu duduk
kembali di kursinya. Duduk berpinggirang dengan Billqis. Billqis memang kakak
Qinntan, beda 1 tahun. Dan Billqis harus menunda sekolahnya untuk
mempertaruhkan nyawanya waktu itu.
Dan di mulai lah ritual murid-murid ini ketika tak ada guru.
Wanita biasanya bergosip, yang depan memutar bangkunya 180 derajat untuk
menghadap ke lawan bicaranya dan membuka sebungkus kuwaci yang sengaja mereka
beli sebelum bel dibunyikan. Pria biasanya mem-bully wanita
yang memang sudah akrab. Dan biasanya ketika pria mem-bully wanita,
mereka tak mau di-bully balik. Mereka memang licik. Mem-bully orang tapi sendirinya tak mau di-bully. Dasar
pria. Tapi ada juga murid rajin yang lebih memilih mengerjakan uji kompetensi
di LKS. Ada pria yang colak-colek wanita tanpa sebab. Memang mereka pikir, kami
ini para wanita sabun colek apa!. Ada juga pria yang luntang-lantung tak jelas
mendengarkan wanita bergosip sambil ikut makan kuwaci. Pria ini sebenarnya
ingin ikut bergosip, apa hanya ingin kuwaci-nya saja sih? Ah, entahlah.
“Ky! Gue
ngasihnya gimana dong?” Qinntan memulai pembicaraan dengan Kiky.
“naon?” Kiky
tak mengerti.
“dih, hadiah oon..” jelas
Qinntan. Orang wanita! Bukannya sudah tau ya? Masih saja linglung.
Ahh dasarr.. errgghhh.. pikirnya.
“oohh, he’eh nya? Hmmm... nya
berekeun weh langsung.” Kiky menjawab singkat lantas melanjutkan
perbincangannya lagi dengan vira. Teman sebangkunya. Qinntan pun mendengus
pelan sebenarnya ia hanya ingin Kiky memberi..... ah sudahlah, memang sulit
bertanya serius ketika orang yang kita’ tanya sedang fokus pada orang lain. Aku
yang salah.. ngaku deh.. Qinntan selalu mengakuinya dalam hati lalu ia
selalu langsung bergumam kalo dia aja nanya, gue harus fokus sama dia.
Kapanpun dimanapun dalam situasi apapun harus selalu fokus ketika dia nanya ke
gue! Kalo engga, pasti amuk-amukan! Huuhh... Kiky sedang egois. Qinntan tau,
tapi ia tak pernah mau berteriak pada Kiky “egois!!” bahkan mengatakannya pun
ia tak mau. Karna ia tau, menurut buku yang pernah ia baca. Bahwa “semua orang itu punya sifat egoisnya masing-masing. Hanya,
semua orang dapat mengubah atau mengendalikan keegoisannya masing-masing. Dan
itu tergantung pada diri mereka masing-masing” Dan sekarang, ia bingung harus bertanya pada siapa
soal hadiah? Teman-teman terdekatnya sedang asyik sendiri bergosip dengan teman
yang lainnya. Billqis, sedang asyik dengan LKS Sosiologinya. Kalau Billqis
ditanya ketika ia sedang mengerjakan sesuatu, pasti tak akan dijawab. Dia mau
bertanya pada pria-pria yang sedang asyik mem-bully Destia
tapi, ia tau disitu ada sosok pria kulit putih yang membuat kejutan 3 hari
kemarinnya itu berantakan disobek-sobek olehnya. Bahkan, sampai hari ini pun
pria itu belum minta maaf padanya. Ternyata, pria juga memiliki
rasa gengsi untuk meminta maaf.. pikirnya.
“mungkin dia merasa benar..”
celoteh Gema tiba-tiba. Pria ini, instingnya kuat sekali sampai bisa baca
pikiran Qinntan saat ini.
“hmmm.. yaa mungkin. Seperti aku.
Aku juga terkadang pernah merasa seperti itu.” jawab Qinntan dengan tidak
meragukan Gema lagi. Dia tak akan comel pikirnya.
Karna Gema adalah teman spiritualnya selama 2 tahun lalu. Tapi ada yang tak
Qinntan sadari tentang perasaan seorang Gema Mustaffa ini padanya sampai saat
ini.
“semua orang pernah seperti itu
Qinntan, jadi wajar. Tapi, jika kata pernah diganti dengan kata sering. Itu
baru kurang ajar namanya. Itu akan membuat orang itu menyusahkan oranglain.
Banyak dibenci malah.” Gema cukup berpengalaman. Qinntan menoleh bingung
padanya kenapa? hatinya.
“karna ketika seseorang yang
salah selalu merasa benar, otomatis orang tersebut tidak pernah mau bahkan
tidak akan mau meminta maaf. Untuk apa? Pikir orang yang selalu merasa benar
tersebut. Karna dia pikir. Toh gue gak salah, kenapa gue harus minta maaf? Dan
kalau udah gini siapa yang mau minta maaf coba? Karna orang yang memang benar
pasti tidak akan minta maaf kan? Masa yang benar yang harus minta maaf sih?
Menyusahkan bukan?” jelas Gema.
“nah, cara membuat orang tersebut
tidak merasa benar lagi dan meminta maaf gimana?”
“yaa tergantung sama orang itu
sendiri. Dia memilih untuk menyusahkan oranglain dan dijauhi banyak orang, apa
dia mau menghilangkan gengsinya itu? Cuma itu setau ku.” Gema selesai, lantas
Qinntan paham sekarang. Sisi inilah yang ia kagumi pada sosok Gema. Dan inilah
fungsinya memiliki teman spiritual satu kelas seperti Gema. Tidak
berbelit-belit bicaranya. Qinntan senyum dengan bangga. Dan Gema tau maksud
senyuman itu. dia kan bisa baca pikiran orang.. anaknya Dedi Cobuzer..
bohongan..
“kamu beri hadiah pada kekasihmu
itu setelah ia di bumbui oleh teman-temanmu saja. Kesannya akan lebih romantis
deh. Dan akan lebih indah untuk aku bagikan fotonya pada ayah ibu mu. Hahaha..”
ejekan Gema membuat Qinntan sedikit terpojok. Itu hal paling menakutkan bagi
Qinntan. 8 bulan pacaran dengan kekasihnya itu, hasil backstreet! Lalu Qinntan
sengaja untuk men-jitak kepala Gema keras-keras hingga Gema berteriak “AAAWW!
Sakit tau!”
“KRINGGG.!!! KRINGGG..!!.” bel
berguncang membuat murid kelas ini satu persatu berhamburan keluar kelas.
“awas saja kau kalau
berani...!!!!” jawab Qinntan jengkel lalu segera pergi beristirahat bersama
Destia dan Kiky. Dia jarang beristirahat bersama Billqis. Karna walaupun satu
kelas, mereka punya teman yang berbeda. Sebenarnya dulu sama, tapi rasanya Dita
lebih memilih untuk terus berdua bersama Billqis dan meninggalkan kawan yang
lainnya. Dan Qinntan harus menjadi yang ditengah-tengah. Hanya karna
kecemburuan sosial? Hal yang kecil kan? Semua orang merasakannya kan? Qinntan
juga sering. Sering sekali malah. Tapi, ia harus berdiri diantara teman lainnya
dan Billqis. Ia tak mungkin kehilangan Billqis juga kan? Dan jadilah ia harus
berdiri ditengah-tengah. Dan tidak boleh sedikitpun memihak. Kalau tidak, fatal
akibatnya. Akan lebih sakit hati nya.
Dulu ketika ia sekolah di sekolah
menengah pertama, ia pikir kecemburuan sosial pada segolongan pertemanan memang
ada. Dia bahkan sering sekali menangis sembunyi-sembunyi tengah malam menahan
malu dan sakit ketika temannya dengan teman yang lain. Seperti
pacar selingkuh saja pikirnya. Tapi memang benar, bahkan lebih sakit
daripada di-selingkuhin pacar rasanya. Tetapi dengan berjalannya waktu, dia
semakin berfikir matang. Dan ia merasa sangat bodoh ketika difikir-fikir lagi
ia pernah menangis hanya karna hal sperti itu? untuk apa? Lagian benar juga
kata teman-temannya dulu “semua orang tuh berhak memilih teman, jadi jangan
sedih. Memang hanya dengan orang-orang itu saja kita boleh berteman? Tidak!”
bahkan Gema pun dulu pernah bilang padanya “terlalu kekanak-kanakkan jika
seseorang menghalang-halangi temannya untuk berteman dengan orang lain. Apa
slahnya kita coba berteman dengan orang lain? Bisa cari hal baru malah, engga
bosen, banyak deh. Cari hal positif nya aja lagian. Bawa enjoy aja. Hidup itu
harus dipake nyaman teman! Eits, tapi inget.. kalau kamu udah punya temen baru
jangan pernah acuh tak acuh sama temen lama loh! Itu yang buat temen lama kamu
bakal benci banget kamu. Catet!”
“heh! Hayu rek jajan naon?
Ngalamun wae mikirkeun si eta nyaa..” teriak Kiky membuyarkan semua lamunan
Qinntan yang berbelit-belit tadi.
“ O. mmm.. bu! Mie goreng
original-nya 1 ya..!!” teriak Qinntan yang tak sengaja membuat orang-orang
disekitarnya mengalihkan pandangan ke arahnya. Kesal. Menggerutu. Berisik banget sih nih cewe, suaranya pengang di kuping
gue!.
Kurang lebih itu yang dikatakan orang-orang sekitarnya. Lantas senyum merekah
dan tampang wajah so’ lugu nya memberi jari tengah dan jari telunjuknya yang
tak mengepal seperti jari yang lainnya ke arah orang-orang yang menggerutu
tentangnya tadi dan berkata “PISSSS...”
“ah elu wajah tanpa dosa banget.
haha” cengenges Destia. Lalu melanjutkan pembicaraanya “eh tau ga? Si Vira
ngasi liat foto dia lagi itu tau sama cowo! Bangga banget lagi tuh orang!
Guamah jijik ilfill liatnya juga. Udah ka...” cerita Destia terpenggal oleh
sentuhan kasar ujung sepatu Qinntan di dengkulnya.
“ssssssttttttt diem gak lu! Ini
kantin! Kalo malah jadi ribut gimana!” seakan Qinntan memberi isyarat agar
menjauhi sesuatu yang bakal menjadi malapetaka. Dia memang suka ceplas-ceplos
dimana saja dan seenaknya. Anak ini sepertinya harus selalu diingatkan untuk
hilangkan kebiasaannya itu.
“nyaho tuh.. ceplas-ceplos wae
maneh..” celoteh Kiky menyempurnakan kemaluan Destia.
“iyaa iyaa maaf.. keceplosan..”
Destia meminta maaf untuk hal yang sama bagi yang berpuluh kalinya. Beribu
mungkin. Bahkan lebih. Milyaran. Triliunan. Cukup berlebihan. Pantas saja
jarang yang percaya padanya untuk ditinggali rahasia. Bahkan tergolong tidak
pernah mungkin. Dia selalu keceplosan. Qinntan kadang merasa kasihan ketika
melihat dia memohon-mohon untuk dilibatkan pada suatu pembicaraan rahasia untuk
diberitau. Tapi sayang, tak pernah ada yang berminat memberi taunya. Bagaimana
orang mau percaya? Tapi, Qinntan punya cara agar Destia tak merasa dirinya tak
bermanfaat. Ia punya cara agar Destia merasakan bagaimana rasanya dipercara
oleh oranglain. Ia punya cara agar Destia sama dengan yang lain. Dia cukup bercerita,
ngobrol seperti biasa dengan Destia. Tapi dengan 1 syarat penting. Yang
dibicarakan bukanlah hal yang rahasia. Dengan begitu, Destia tak akan merasa
dirinya rendah dan tak akan menangis lagi tiap malam merenungi nasib takdirnya
yang harus terus keceplosan. Tapi, sepertinya itu bukan takdir melainkan
kebiasaan. Ya. Kebiasaannya adalah tidak dapat dipercaya oleh oranglain tetapi
dia cepat mempercayai oranglain. Kebiasaan yang buruk.
“mie greng original siapa tadi
neng?” tanya ibu-ibu warung.
“saya bu!” Qinntan mengangkat
lengan kanannya ke atas dengan telunjuk paling tinggi daripada jarinya yang
lain. Seperti anak taman kanak-kanak yang girang diberi bintang wajahnya. Tanda
cacing-cacing diperutnya akan diberi makan siang.
“gak pake bawang goreng kan neng?”
tanya ibu-ibu warung lagi. Qinntan mengangguk dan langsung melahap mie goreng
originalnya dengan lahap. Selalu begitu. Sangat lahap untuk makan sesudah makan
pagi dan sebelum makan siangnya itu.
“maneh teu meuli tarigu endog
jeung si Sigma?” Kiky bertanya tiba-tiba pada Qinntan.
“rek naon? Maneh weh meuli”
Qinntan selalu bisa menyetarakan bahasa dan tata ucapannya dengan lawan
bicaranya.
“dih! Nya meuli weh make duit
maneh!”
“emang naon sih bedana make duit
maneh jeung make duit urang?” mereka ini berdebat untuk merayakan ulang tahun
Sigma apa berdebat untuk tidak mengeluarkan uang sepeserpun dari kantong
kangguru mereka sih?
“nya kan kabogoh maneh!” SKAK.
Kiky menyekak Qinntan. Lagi-lagi Ia lah yang harus mengeluarkan uang 10 ribu
terakhirnya. Yaa, akhir-akhir ini Ia banyak diam dan mengalah. Diam untuk
tagihan-tagiah “pajak ulang tahun” atas ulangtahun pacarnya. Kenapa harus nagih pajak ultah ke gue sihh?? Kan yang
ulangtahun dia! Bukan guee...! Pikirnya heran. Tapi, jujur saja bahwa dia
bahkan selalu senyum-senyum sendiri dan merona pipinya ketika orang-orang
menagih pajak ulang tahun Sigma kepada dirinya. Merasa malu dan bahagia dalam
kenyataan bahwa hari ini pacarnya ulang tahun. Pacarnya. PACARNYA. SEKALI LAGI
PACARNYA! Cukup-berlebihan itu.
“he’eh engke urang meuli lah..”
Qinntan pasrah. Mie goreng originalnya telah ia lumatkan sampai tak tersisa di
piringnya.
“KRINGG..!!!
KRINGG...!!!” bel masuk berdering kembali.
“ahhh bel ini suaranya udah kaya
nada lagu anak anak aja!” desis Qinntan jengkel merasa waktu istirahatnya
terganggu.
“hah? Lagu anak anak yang mana?”
Destia keheranan.
“ih, ini lohh yang gini nih:
kring kring kring suara speda. Spedaku roda tiga kudapat dari ayah karna rajin
bekerja. Tuk tuk tuk suara spatu. Spatuku kulit lembu. Kudapat dari ibu ka...”
“STOP! Cukup gue tau. haha” belum
selesai bernyanyi, suara Qinntan yang pas pas-an bahkan tergolong jelek itu
sudah di berhentikan oleh stop nya Destia. Dan ia mendengus kesal karna enjoy nya diganggu. Dasar!
“lagian ko cepet banget masuk sih
ya?” tanya Qinntan.
“bukan cepet masuk, lu aja yang
lebih suka istirahat daripada belajar! Iya kan?” gema menerobos Destia dan Kiky
untuk jawabannya.
“ah engga juga tuh! Wlee..”
Qinntan merasa tertangkap basah akan hal buruk.
“masa? Tau ga? Hal yang kita
sukai udah pasti terasa lama waktunya. Dan hal yang kita sukai udah pasti
terasa cepet banget. Cobadeh lu pikir lagi. PASTI deh selalu begitu” gema
menjelaskan maksudnya tadi yang selalu belum dipahami oleh Qinntan.
“iya sih ya? Kenapa yaa?”
gengsinya tadi mulai diluluhkan oleh kepahamannya atas penjelasan Gema tadi.
“hmm akupun belum pernah pecahkan
misteri itu. tapi, untuk mencegah hal itu terjadi kita harus mencoba dan
membiasakannya”
“mencoba dan membiasakan gimana?”
Qinntan tak paham lagi. Lemot sekali
otaknya.
“mencoba menyukai hal yang tak kau
sukai pasti sangat sulit, tapi dengan begitu hal yang tak kau sukai pasti akan
menjadi cepat terlewati. Membiasakan membenci hal yang tak kamu sukai juga akan
membuat hal yang kau sukai menjadi lama terlewati.” Jelas Gema dengan sabar
memeberi penjelasan pada Qinntan yang lelet memahami. Bagaimana tidak sabar?
Gema menyimpan rasa pada Qinntan. Tapi sayang, dia tak pernah mau
mengungkapkannya. Karna telah tersaingi Sigma.
“ooohhh.....” Qinntan mengangguk
saja tanpa mau memperpanjang penjelasan Gema. Karna dia tau ada yang
memelototinya di kelas samping. Itu pertanda yang memelototinya cemburu akan
kedekatannya dengan Gema. Lantas ia buru-buru mundur tiga langkah kebelakang menyamai
barisannya dengan Destia dan Kiky.
“kunaon maneh? Ooohhh.. tenang,
manehna moal bakal kaleungitan maneh koo. Kan maneh ge bakal inget manehna wae.
Haha he’eh kan?” jawab Kiky menyemangati sambil melangkah masuk kelas dan duduk
di kursinya.
“hah? Maksudna?” tanya Qinntan
keheranan pada Kiky.
“maksudnya, kamu gabakal
keilangan Sigma karna Sigma punya sesuatu hal yang bakal selalu kamu inget”
bukannya Kiky yang menjawab, malah Gema yang nyeloteh terlebih dahulu
menjelaskan. Sepertinya untuk hari ini Gema lebih ingin berbicara dan memberi
pencerahan pada Qinntan.
“semua orang harus punya ciri
agar dapat diingat bahkan agar orang lain akan selalu membutuhkannya. Membuat
orang akan takut pergi dari kedekatannya dengan mu. Dan kamu tidak punya
menurutku.” Gema melanjutkan penjelasannya. Qinntan keheranan Aku tidak punya? dia berfikir serius. Kalau aku tidak punya? aku tidak akan diingat oleh
orang-orang? Dan aku akan mudah ditinggal orang-orang yang labil? Pantas saja
setiap orang selalu mudah meninggalkanku. Jadi? Aku menjadi sepah yang dibuang
itu tidak sepenuhnya temanku itu yang bersalah? Ini salahku juga ya? Tak punya
hal yang diingat banyak orang. Bodohny aku! Kenapa aku malah menyalahkan
temanku itu? lantas bertengkar hebat dengannya dulu? Ah payah aku!
“hey! Jangan merintih getir
seperti itu! Ayo masuk bu Nurmah udah datang tuh!” ajak Gema membuyarkan
lamunannya dan menarik lengan bajunya untuk memberi isyarat.
“waktu ngajar ibu tinggal
setengah jam lagi yah? Baiklah kalian isi ulangan harian 1 saja di LKS. Dengan
esai nya ya. kalau sudah kumpulkan sepulang sekolah dimeja ibu.
Assalamu’alaikum..” bu Nurmah menyerukan tugas lantas pergi untuk pulang
kerumahnya.
“wa’alaikumsalam..” murid kelas
XF berlomba mengeraskan suara untuk menyerbu salam bu Nurmah.
“guru itu, masuk. Isi agenda.
Beri tugas. Lalu pulang. Seperti dosen saja.” Gerutu Billqis
“iya, enak sekali ya zaman
sekarang ka. Kalau nanti aku jadi guru, aku akan memberi ilmu kepada
murid-muridku. Sampai murid paling bodoh pun menjadi pintar. Tidak hanya
sekedar melaksanakan tugas sebagai guru saja. Mengajar lantas pulang. Mereka
seharusnya memastikan dulu, muridnya paham atau tidak. Aku bahkan terkadang
sering tidak paham pada beberapa pelajaran yang dijelaskan oleh guru.” Qinntan
pro pada gerutuan kakaknya itu.
“lu mah lemot sih otaknya” ucap
Billqis. Kata-kata Billqis walau sedikit terkadang sering membuat Qinntan
terdiam. Dan dia selalu ambil hikmahnya bahwa perkataan kakaknya memang sering
benar. Tapi, setidaknya Billqis mengerti perasaannya.
“Qis, nomer 3 pilihan ganda apa
sih? Gua bingung tau” seperti biasanya, Destia yang duduk dibelakang kursi
Qinntan bertanya pada Billqis.
“A kalo gak salah. Guage bingung
dest” jawab Billqis ragu. “kalo nomer 11 apaan si isinya?” Billqis bertanya
balik pada Destia. Seakan membuat kerjasama berdua itu terjadi lagi untuk yang
kesekian kalinya.
“C ka isinya” Qinntan ikut
menjawab seakan ingin ikut berpartisipasi.
“D da guamah isinya” jawab Destia.
Jawaban mereka berbeda tetapi, selalu yang lebih pintar yang dipilih
jawabannya. Padahal, belum tentu yang
pintar benar kan? Dan yang kurang pintar pun belum tentu salah kan? Pikir
Qinntan. Ia memang tak sepandai Destia dan Billqis. Tapi setidaknya mereka
mengerti bahwa ia tidak mau dianggap sebegitu bodohnya untuk tidak dipercaya
setiap diadakannya kerjasama dadakan yang mereka geluti itu. dia kadang
berfikir sebodoh apa gue? Setidaknya
selama ini kan nilai-nilai gue gak ada yang nilai nol..!!
“KRINGG..!!!
KRINGG..!! KRINGG..!!!” bel tadi menghamburkan murid-murid disetiap
kelas. Waktunya beraksi untuk beberapa orang.
“cepet beli nih takut dia keburu
keluar kelas” Qinntan menyodorkan uang 5 ribu rupiahnya pada Destia dan Kiky.
Lalu mereka pergi ke warung.
Beberapa detik kemudian...
“tuh
barangnya..” unjuk Destia pada Kiky yang sedang berjalan membawa se-keresek
terigu dan 2 butir telur.
“yaudah sok
sama kalian aja ambil, gua gaikutan ah takut kena” suruh Qinntan pada Destya
dan Kiky seraya masuk kedalam kelas untuk mengambil sabongkah hadiah berbentuk
persegi untuk Sigma.
Ketika keluar kekasihnya sudah basah
kuyup oleh air dan berterigu seluruh badannya. Kemana telurnya? Dan sayang
sekali telurnya meleset kearah lain. Qinntan diam dibalik pintu kelasnya. Ia
dan kekasihnya tidak sekelas, hanya terhalangi ruang OSIS. Didepan pintu
beberapa orang menongkrongi Sigma. Suara mereka mengeroyok Sigma untuk menghampirinya.
Tapi ia sangat gugup. Ini termasuk hal baru untuknya. Ia menyodorkan hadiahnya
untuk Sigma berbungkuskan tulisan “Lychee”. Dasar
tengil!
pikir Qinntan. Sigma malah sengaja memperlamban detik dia tidak mau langsung
mengambil berkas untuknya itu. orang-orang yang memergoki mereka sudah
cengangas-cengenges dari tadi. Wajah Qinntan pun sudah seperti kepiting rebus.
“makasih” yap! Sigma baru
mengambil hadiahnya setelah ia puas melihat kepiting rebus itu. sialan! Pikir Qinntan. Dan serentak orang-orang
disekitarnya berdesis “CIYEE” memalukan! Menyebalkan! gerutu Qinntan pada Sigma. Tapi jujur, hatinya
bicara ini membahagiakan..
***
Kali ini
siang yang menyelam. Angin meniupi bekas gerimis tadi sore. Klelawar didalam
gua pun mungkin telah mengelabui santapannya. Hingga wanita berwajah menarik
ini harus rela menikmati percik air langit dibelakang dinding sambil mengutak-atik
gadgetnya.
“Not not... not not... ”
handphone Qinntan berdering. Ternyata ada sebuah pesan masuk untuknya.
S : hai, makasih ya bingkisannya.. ini hadiah yang indah.. kau
tau tipe hadiah untukku..
Qinntan senyum-senyum sendiri, lalu membalas pesan Sigma
Q : sama-sama. Aku tak akan memberi kau hadiah kalau tidak ada
orang lain dibalik semua rencanaku ini..
S : termasuk kejutanmu yang gagal total itu? hahaha.. :D
Sialan! Anak ini... pikirnya. Membuat ia malu dan kesal untuk
mengingat hal 3 hari yang lalu.
Q : apaan sih! Gak usah sms kalo cuma buat hal itu!
Sigma mulai membuatnya bad mood lagi..
S : loh? Kenapa malah marah sama aku sih?
Q : ya kamu gak usah bahas ituuuu!!
S : aku gak akan bahas kalau kamu udah maafin dia.. kamu juga
gak mau kan kalo temen kamu punya salah sama aku dan enggak aku maafin?
Kali ini Qinntan harus mengalah, karna ia mengerti maksud
Sigma
Q : iya. tapi dia aja belum minta maaf sama aku, gimana mau
maafin dia?
S : benarkah?
Q : serius deh...
S : baiklah, lusa aku akan bicara padanya agar ia meminta maaf
padamu..
Q : gak usah deh, gak penting! Lagian gabakal merubah masalalu
juga kan!
Tapi ada satu hal yang buat Qinntan malas lagi memperpanjang
hal ini. Dia terlanjur malu pada hari itu..
S : loh kenapa? Penting taui. Walaupun meminta maaf gabakal
ngerubah masalalu, tapi dengan minta maaf kita bisa mempermudah masadepan..
Q : yaudah terserah lu aja. gua mau tidur dulu ngantuk!
Sebenarnya bukan mengantuk, tapi sebentar lagi bundanya masuk
ke kamarnya untuk mendengar ceritanya pada hari ini..
S : tapi lu bakal maafin dia kan?
Q : iya.. udah ah gua tidur dulu
Pesan terakhir darinya karna ia takut bundanya mengetahui ia
sedang pepesanan dengan kekasihnya. Selama ini ia backstreet.. semua pesan
masuk dan pesan keluar ia delete. Dan ia menarik selimut untuk sekedar
memberitahu bundanya bahwa ia tidak sedang apa-apa.
S : heh!
S : dih, tidur teh tidur weh nya?
Q : iya iya, night.. have a nice dream.. love you..
S : nah.. gitu dong.. too.. oh iya.. besok aku traktir kamu
makan di Bubu Cafe ya.. jam 9 aja.
Pesan itu menutup komunikasi mereka. Tidak lama bunda datang.
“hai sayang, bagaimana hari ini” setiap malam bundanya selalu
bertanya seperti ini.
“hmmm.. bahagia bunda. Tapi sama seperti hari kemarin. Selalu
penuh masalah”
“itu pasti Qinntan, kalau hidup hanya lurus, hanya mulus-mulus
saja itu gak asyik kali. Pasti semua orang hidupnya berliku-liku. Lika-liku
hidup itu tuh seperti ujian. Kalau Qinntan bisa menghadapi ujian itu Qinntan
pasti lulus dan naik kelas kan? Dan nilai tinggi atau rendahnya tergantung dari
bagaimana orang-orang tersebut mengerjakan dan melawan ujian tersebut.” Bunda
berhenti sebentar dan melirik jam dinding dikamar Qinntan. Jarum panjangnya
mengarah ke angka 6 dan jarum pendeknya ada di angka 9. Bunda melanjutkan ucapannya. “Sudah malam Qinntan bobo.. night sayang..”
bunda mengakhiri ucapannya dan mengecup kening Qinntan. Hal yang sama pun
dilakukan pada Billqis. Tapi kali ini kamar Billqis yang lebih dulu bunda
kunjungi.
“selamat malam juga bunda.. papa
pulang besok yah bunda?” tanya Qinntan
“ya sayang..” bunda menjawab
lantas pergi dan menutup pintu kamar. Sebelum tidur, Qinntan tidak lupa untuk
bercerita pada diary berlayar sketsa setangkai bunga tulip berwarna merah
merona yang terletak dipinggir vas bunga tulip bohongan di meja belajarnya. Ia
sangat menyukai bunga tulip. Sangat menyukainya. Ada kenangan dalam bunga itu
menurutnya. Dan itu adalah bunga impian yang ia ingin jumpai langsung
dikebunnya.
Dear
tulip, 27 April 2013...
Tahukah kau tentang hari ini?
Sebenarnya sama saja dengan
hari-hari kemarin, hanya saja hari ini aku mempelajari banyak hal lagi dari
orang-orang.dan aku mempelajari seuatu tentang kursi. Rasanya kursi itu aku..
banyak orang beranggapan bahwa aku ini sepele. Apalagi bagi orang-orang yang
selalu merasa dirinya benar. Selalu benar pikirnya. Mereka bahkan tak pernah
ingin mengetahui seberat apa aku menimang tulang ekor mereka. Berbeda dengan
keramik lantai, mereka diduduki juga, bahkan diinjak. Tetapi setidaknya mereka
tidak sendiri seperti kursi.tidak seperti aku. Rasanya aku akan selalu sendiri.
Qinntan berhenti mengguratkan tinta-tintanya dan sedikit
menyeka pipinya yang basah. Sama seperti malam-malam kemarin. setiap ia merasa
tertekan, dia selalu menangis dalam buku ini.
Benar kata Gema tadi siang.
Aku tak memiliki sesuatu hal yang membuat orang membutuhkanku. Tak seperti
Billqis. Ia tak pernah kehilangan orang-orang. Ia tak pernah merasa kehilangan
sepertinya. Sangat berbeda dengan aku. Dan aku harus menemukannya.
Ia merasa semakin tersedu-sedu. Tapi ia tak akan pernah
kehilangan semangatnya. Ia tak akan kehilangan kekonyolannya didepan
orang-orang. Ia harus membuat orang bisa tertawa. Bukan menangis seperti yang
ia lakukan kini. Itulah harapannya dari kecil.
Cukup aku yang akan merasakan
hal itu! karna kelak, aku akan menjadi sosok yang membawa secuil perubahan dan
sosok yang akan membawa banyak inspirasi untuk orang-orang yang kesepian dan
membtuhkan pertolongan. Yah! Fighthing!
air matanya kalah oleh semangat yang ia junjung tinggi dalam
hidupnya. Sepertinya ia akan terus menjunjung semangatnya sampai si tuli
mendengar si bisu berbicara bahwa si buta melihat si lumpuh berjalan. Ia tutup
diary-nya. Ia berbaring dengan bantal gulingnya. Ia ambil selimut dan ia peluk
erat diary-nya. Seperti seseorang tak mau kehilangan seseorang. Dan ia
bergeming ujian hidup esok akan aku
lumpuhkan!
Sinta Gisthi Ardhiani – April 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar