Kamis, 30 Januari 2014

cerpen, judul : Love at The Second Sigh



prolog
“Itu siapa?”
                “what? Siapa?” tanya Nindya bertele-tele
                “sssstttt.... jgn berisik nin.. itu yang itu..” jelasku. Menyesal aku tadi bergurau kencang-kencang.
                “yang mana sih? Ka Wira?” si kepo ini bertele tele lagi.
                “bukan.. yg lagi maen sama ka Wira, itu yang pake baju putih celana pendek pake sepatu putih corak gitu..”
                “oohh, yg rambut boyband itu ya? Matanya sipit? Senyumnya manis?”
“iya iya, namanya siapa? Perasaan gua kenal deh, dulu sering liat ko.. namanya tuh ada huruf “F” nya gituu.. tapi lupa..”
“haha, itu ka Taffa namanya, kelas IPA berapa gitu.”
“iya iya itu namanya! Dulu mah dia kalo kemana mana suka gak mau lepas sama mamahnya! Lengket banget. Udah lama gak ketemu lagi..” aku menjelaskan lantas pergi mengambil tupperware biru berisi air gunung katanya. Lelahnya bermain, tapi aku tak lelah untuk menekuni mataku dengan sodoran lelaki yang pernah ku kenalnya dulu. Sepertinya dulu kita pernah saling pandang tapi tak saling kenal. Tapi, apa dia mengenalku? Ah entahlah, aku hanya berharap dapat diingat siapapun dimasalalu.
“ayo main lagi Stel” ajak Nindya bersemangat ria. Lalala. Tapi tak lama kemudian...
 “tak tok tak tok tak tok” suaranya menggema, suara raket beradu dengan kok yang saling tempas tak beraturan.  Aku berkeringat banyak, bukan karna bermain dengan benar tetapi karna lelah memungut-munguti kok yang sering dipingsankan dan tak terelakan. Aku pemula disini. Di klub bulutangkis ini. Hari pertama adalah hari dimana aku merasakan “love at the second sigh”
“tulip, hari minggu ini aku melihat pria yang rasanya tak asing kulihat. Mengingatkanku akan oma. Karna pria itu muncul dimana aku selalu ikut oma ke kedai makan oma dulu. Dia, yang selalu menuturi pinggang mamanya. Dia yang sangat pemalu dan sering ku perhatikan. Dan dia yang pertama kali aku lihat sangat mirip dengan pria yang aku lihat hari ini. Aku ingin beratanya sesuatu tentang masalalunya, tapi keberanianku kali ini mencegahnya. Aku ingin menelusuri tentangnya. Aku tak mau mengenalnya sesaat seperti dulu.”
***



“Love at the second sigh”
Pagi telah dilumat terik semenanjung parahiyangan. Semburat elok kelopak tulip tulip palsu mewarnai ranah tempatku menadah ilmu. Pria yang kulihat 2 hari yang lalu itu berbincang didepan masjid dengan senior senior lain mengenai lomba sepak bola se-sekolah menengah atas di kabupaten pangkal perjuangan ini. Sangat berbakat. Berbeda dari yang kulihat dari wajahnya yang dulu. Pria dengan nomor 11 itu siap bertanding menjadi sayap kanan kesebelasan, membela SMA NEGRI dimana aku dan dia sama sama menadah ilmu. Dan glory! Menang 7-4. Aku memotret suasana kemenangan ini dengan 5 mega piksel lensa KW 1.000.000.000.000.000 dari mataku ini. mungkin lebih, karna tak ada satupun hasil karya manusia yang mengalahkan hasil karya tuhan. “klik klik klik” potretan ku bagus bagus dengan 10 foto baju ber nomor punggung  sebelas.
“ka Taffa, ka Taffa, nindya minta foto bangeng ka!” aku berani berteriak padanya dengan mengatas namankan nindya, karna nyatanya Nindya terpikat oleh si Taffa itu. aku memang munafik. Sebenarnya bukan munafik, melainkan belum berani berkata sepatah katapun padanya dengan mengatasnamakan aku. Lagian, dia aja cuek ko padaku. Dan akhirnya, aku dapat berpose bersamanya untuk mengirimkannya pada oma.
“tulip, dia memenangkan pertandingan hari ini, aku memotretnya tanpa ada yang mengetahui. Tapi sekarang, oma sudah tau. Hehe. tulip, aku belum berani bertanya. Hanya pada nindya saja paling. Kemarin kata nindya dia tinggal di perumahan melewati jalan air memanjang yang disebut ragasi itu oma. Apa dia pindah dari kediamanya dulu? Aku takut salah orang. Oh ya, Nindya suka padanya. Jadi aku lebih mudah mendekatinya dengan mengatasnamakan Nindya. Hehe, i’m sorry tulip.. yang penting aku resmi menjadi penguntit seorang Taffa...”
***
Sayap kanan berpunggung 11 tidak bisa memenangkan pertandingan di ronde kedua ini. Kesebelasan kita kalah 1 poin katanya dengan sma orang lain. Coba saja aku menonton pertempurannya tadi pasti tidak akan kalah. Tapi, hari ini Lita menelponku untuk menemaninya makan di baso Mang Lali. Karna disana dia sendiri ditemani 14 pria pesepakbola kesebelasan SMA Negri kita yang kalah hari ini. Beruntungnya. Aku ditraktir makan disana. Ka Taffa gembul sekali makanya! Baru habis 1 mangkuk bakso malah beli lagi 1 mangkuk es campur. haha, lucunya. Sangat lahap. Baru nemu gituan, apa emang laper ya.. aku memotretnya yang sedang makan kali ini. Ekspresinya lucu sekali.
“ting ting ting ting” twitter di anroidku memberi isyarat agar aku membukanya. Tertulis @bilaliah dan 2 lainnya mengikuti anda. Aku buka tempat pengikutku bersarang. Waw, akhir-akhir ini banyak yang mengikutiku. “Taffamozaik” mengikuti anda 10 hari yang lalu. Hah? Dia follow aku sudah lama sebelum aku mengenalnya rupanya.  Tapi, avatarnya ko alay?  sayang sekali. Aku posting fotonya bersama ku dan Nindya. Tapi aku crop Nindyanya.
haha Nindyanya aku crop ka! @TaffaMozaik tandai. Yap! Selesai. Kirim posting. Berharap ia membalas.
@Taffamozaik ih kaya kenal :D RT @stellahilary haha Nindyanya aku crop ka! @TaffaMozaik
OMG... dia membalas... aku balas lagi saja @stellahilary ya kenal lah, kk yg dulu suka sama mamahnya mulu kaannn? @taffamozaik dih asa kenal :D RT @stellahilary haha Nindyanya aku crop ka! @TaffaMozaik
                @Taffamozaik wah.. ngeledek kk nih bocah  @stellahilary ya kenal lah, kk yg dulu suka sama mamahnya mulu kaannn? @taffamozaik dih asa kenal :D RT @stellahilary haha Nindyanya aku crop ka! @TaffaMozaik
Dia membalas kembali! @stellahilary hehe.. @Taffamozaik wah.. ngeledek kk nih bocah  @stellahilary ya kenal lah, kk yg dulu suka sama mamahnya mulu kaannn? @taffamozaik dih asa kenal :D RT @stellahilary haha Nindyanya aku crop ka! @TaffaMozaik
 Berati benar, dia bocah ingusan dan pemalu yang dulu kulihat. Dan dia mengenaliku juga? beruntungnya aku dikenali oleh orang yang akhir-akhir ini sedang naik daun disini. Tapi, seberuntung apa. Ini tak ada apa-apanya sebelum kutahu dia punya pacar atau tidak. Wanita memang seperti ini. So’ tak punya perasaan dihadapan siapapun. Nyatanya ada. Itulah sebabnya mengapa wanita ingin para pria peka.
                “tulip, itu benar dia.. aku mentionan dengannya akhir-akhir ini. Kau  tau? Betapa bahagianya aku ini. Tapi, aku malah menyukainya.. bagaimana dengan Dilan? Aku mendua dong? Ah tidak tulip.. ini hanya perasaan kagum biasa mungkin. Seperti nge.fans gitu”
***
                Duduk didepan kelas memang melanggar peraturan sekolah, tapi rasanya pengap didalam kelas tanpa guru. Ocehan anak-anak yang tak aku mengerti. Teriakan-teriakan badai nya mereka. Sumpek. Tak ada AC. Kipas saja tak punya, apalagi AC. Belum lagi Nindya yang bergosip tentang Taffa. Gerah sekali. Lebih baik diluar. Angin alami membuat ketenangan rasanya. Hembusannya perlahan aku jejeli pada paru-paruku. Dan rasanya bibir ku ikut mengembang ketika manusia yang beberapa hari ini aku telusuri akan lewati habitatku disekolah ini. Dia akan lewat. dia melihatku. Dia mengenalku. Akupun begitu. Masa tak saling sapa? Masa hanya saling tatap malu saja? Ah, dasar pria! Gengsi kau! Oke. Aku yang memulai. aku memberi kode padanya saat itu untuk melirik kedalam kelas karna ada fans-fans nya didalam. Dan dia senyum datar lantas bertanya “APA?” ooohhh!!! Dia bersuara. berdegup kencang. Senyum malu-malu kucingku keluar. Tak ada yang tau sebahagia apa aku.
                “teeeettt... teeeettt...” bel istirahat berdering. Lantas aku meronggoh tangan Nindya dan pergi ke kantin.
                “stel, gua gk suka lagi ka Taffa ah. Rambutnya dipotong sih. Jelek sekarangmah”
                “dan kalo rambutnya panjang  lo suka lagi deh. Ya kan?”
                “gatau tuh? Ehh itu tuh ka Taffa” seru Nindya refleks.
                “terus?” tapi aku balas singkat. Aku tak mau ada yang tau perasaan ini. Aku takut Dilan mengetahuinya. Dia terlalu baik untuku. Aku tak mau sakitinya.
Ka Taffa lewat dengan teman-temannya. Tapi, kenapa teman-temannya dan Nindya saling berseru “ehem” begitu? Aku kan jadi malu melihatnya! Gagal bertatap deh istirahat kali ini. Yang ada, wajahku malah seperti udang yang direbus. Merasa aku adalah orang yang di “ehem-ehem” itu. akhir-akhir ini kita memang selalu saling berpapasan di kantin. Kata teman sekelasnya. “dia mah labil sih. Kadang kalo lagi ada uang ya ke kantin. Kalo lagi main ama anak-anak ya gitu. Sama kaya yang lainnya. Tapi kadang dia aneh orangnya. Suka merenung sendiri. Ngapain kali. Oh ya, agak egois juga kayanya orangnya” aku juga kadang egois, aku juga aneh orangnya. Ko sama ya? Alah.. kepengen aku aja kali itumah..
                “tulip, tadi aku malu.. teman-temannya menyoraki aku dan Nindya. Nindya yang ehem-ehem lebih dulu sih daripada mereka. Ka Taffa tak ikut menyoraki sih? Ah dia kan orang kalem. Mana mau begituan yah oma. Oma,  dia sudah punya pacar oma. Namanya melita”
***
                Matahari pagi ini sama saja dengan pagi-pagi kemarin. Yang berbeda adalah hari ini anniv ku dengan Dilan untuk yang ke-8 bulan. Dan di yang ke-8 bulan ini hatiku terguncang atas kedatangan ka Taffa. Aku merasakannya. Ternyata itu ada. Cinta 2 hati itu ada. Apa disini aku yang jadi antagonis? Sejahat itukah aku pada sebuah perasaan? Oh tuhan.. apa aku putus saja dengannya? Aku gak bisa tutupi semua ini terus.. aku takut menyakitinya.. dia terlalu baik.. hatinya tulus  padaku.. tapi aku sebaliknya. Maaf, aku akan putuskan.
                Istirahat ini, aku ke kantin utara. Ka Taffa lewat lalu tersenyum tipis. Akupun begitu. Seperti orang saling kenal tapi tak bisa saling sapa. Aku takut menyapanya. Dan dia? Tau namaku juga tidak mungkin.
                “tulip, aku terguncang dengan hati baru yang masuk. Jadi, aku coba tuk hentikan hubungan ini di bulan yang ke-8 dengan Dilan. Tulip jangan marah kalau aku jadi playgirl yah. Aku mempermainkan perasaan Dilan. Aku tau aku terlalu egois untuk tetep pertahankan perasaanku demi orang yang tak menyukaiku sedikitpun itu. hanya demi perasaan untuk orang yang sudah punya pacar. Bukan tuk mendapatkan orang itu oma aku lakukanya, tapi aku tak mau Dilan mengetahui semuanya dari oranglain dan lebih menyakitinya. Aku bingung Tulip... jadi aku coba untuk sendiri dulu”
***
                chintya, Rani, Nindya dan aku pergi untuk bakti sosial di jalanan bersama senior-senior kelas IPA. Aku sebagai perwakilan dari kelasku. Dan, apa? Ka Taffa ikut?kukira dia tak suka bergabung pada acara beginian? Dan perasaan kemarin dia gak kumpulan deh pemirsa? Ko bisa? Antara seneng dan malu serta takut. Seneng? Karna dia ada. Malu? Karna takut sekelompok dengannya lantas salah tingkah. Takut? Disini ada mantanya yang gosipnya masih suka sama dia. Berarti gerakanku terbatas tuk memandanginya.
                Rani menuliskan namaku di papan tulis untuk memasukan aku dikelompok mana, dan parahnya dia malah masukan aku di kelompok ka Dwi. Mantannya ka Taffa itu. dan parahnya, ka Taffa pun kelompok itu! mati kutu aku nanti!
                “Stell”
Suara itu?
                “Stella”
Dua kali memanggil. jadi? Hari ini dia tau namaku? Baru tau, dan langsung memanggilku dan membuktikannya? Ah, ka Taffa.. kalau mau tau namaku dari waktu itu.. hahaha. GE-ER. Dan, rasanya campur aduk untuk melirik kepada pemilik suara orang yang memanggilku itu. ku atur segala salah tingkahku lantas menjawab “ya” dengan ragu.
                “pinjem gitarnya dong” dia bicara padaku. Pinjam gitar yang kupegang daritadi. Aku salah tingkah tuhan... tanpa bicara apapun aku berjalan pada tempatnya duduk kali ini. Dan memberikan gitarnya.
                “gitar siapa?” tanyanya menghentikan degup jantungku. Oh My God! Basa basi banget sih pikirku. Tak tau aku gugup apa ya? Wajahku sudah salah tingkah begini. Bagaimana tidak? Dia bertanya dan mengambil gitarnya bersamaan. Disitu akupun belum melepas gitarnya. Kan kesannya so sweet. Haha. seperti di film-film saja.  “gak tau, hehe” aku jawab singkat dan saling tertawa kecil dengannya lantas pulang ke bangkuku lagi. Dia tersenyum bersamaku. Aku tersapu malu. Maksudku tersipu. Betapa bahagianya aku di bawah matahari yang mulai memanggil sore ini. Dan dia bisa bermain gitar ternyata.
                “oh tulip, ka Taffa tau namaku..dia bisa gitar. Kan tulip tau daridulu aku suka pria yang memegangi gitar dan memainkanya. Karna aku orang puitis, maka aku suka berduet dengan pria dan gitar. Aku ingin, suatu saat nanti dan entah kapan aku bisa berduet dengan ka Taffa. Dia bermain gitar dengan mellow,dan  aku baca puisi didepan orang-orang yang merasakannya juga. Cinta.”
***
                “Stella, kamu main gih..” ka Taffa memberi isyarat agar aku peserta latihan untuk selanjutnya. Gak nyangka dia masih mau memanggil namaku..
                “aku? Entar aja yaa” aku sdikit mengelak untuk basa basi.
                “iya ayo sekarang aja” dia menyeruku lagi. Akupun mengiyakannya saja. dan parah.
“PLAK!” aku tak sengaja mengetuk kepalanya yang sedang merondang di bawah net.
                “haha, maaf maaf ka maaf.. haha” merasa salah tapi ingin tertawa. Lucu.. kebetulan sekali. Sepertinya dia kesakitan.
Beberapa saat kemudian...
                “PLAK” dia membalas ketukan itu! sialan... jail sekali. Aku kan tadi gak sengaja.. tapi, menyenangkan.
                “aw.. iih..” gerutuku. Tak sesakit ketukanku tadi sih, tapi untuk membalas ketukanku rasanya keterlaluan kaka ini.. inikah bahagia? Tidak. Aku sedang tak bahagia akhir-akhir ini. Bahagia mungkin dengan dia. Tapi tidak dengannya. Dilan. Aku merasa kehilangan setelah 3 hari putus ini. Dan dia pun begitu. Lantas dia minta aku dan dia jadi kita lagi. Dan daripada aku luntang-lantung tak jelas memendam perasaan, lebih baik aku kembali pada jalannya. Aku kembali lagi pada perasaan lama. Tapi kali ini benar-benar punya 2 hati sepertinya. Ka Taffa membuatku bahagia setiap aku melihatnya. Melihat Dilan pun aku sama bahagianya. Yang buatku bertanya adalah perasaan ka Taffa. Aku tak pernah melihatnya bersama pacarnya? Aku tak pernah melihat ia mentionan tentang cinta? Sangat tertutup kepribadiannya.
                “ah tulip.. aku mencintai dia dan dia.. aku tak mengerti dengan perasaan ini. Ini peristiwa menjadi dewasakah? Aku harus apa? Aku harus mengalah untuk Dilan sepertinya. Aku mencintainya dan ia mencintaiku. Sedangkan ka Taffa? Aku mencintainya tapi dia tidak. Aku cukup menyayanginya aja kali ya? Dia kaka ku. Anggap saja begitu sampai seterusnya. Tapi nanti kan dia tak menganggapku sebagai adiknya? Ah andai saja perasaannya sama denganku.”
***
                Akhir-akhir ini aku memutuskan lost sigh dengannya. Hilangkan semua rasa. Dia juga jarang muncul, sekali muncul dia sedang boncengan dengan pacarnya. Aku belajar dan belajar. Mencari nilai bukan mencari ilmu. Bodohnya aku. Mencari nilai karna aku ingin masuk jurusan IPA. Kenapa? Ada ka Taffa di IPA. Ah, tidak sepenuhnya karna dia sih. Ayahku yang menyuruhku masuk jurusan itu. aku sih fine  saja mau masuk manapun. Yang penting usaha dalam apapun yang bakal dijalanin. Hari ini dan besok-besok aku mungkin bakal sering bulak-balik ruang guru. Ini memang kebudayaan disekolah yang berlangsung 1 mingu sebelum bagi rapot. Setiap tahunnya begitu. Kecuali untuk manusia yang masa bodoh, merasa pintar, dan merasa tak membutuhkan masadepan.
                Lama menunggu Nindya basa basi dengan wali kelas, aku mulai bosan. Aku tipe manusia hiperaktif, tidak pernah bisa diam di 1 gerak saja dalam 1 menitpun. Aku berbalik 180 derajat dan BUM! Manusia itu terlihat lagi sedang bersandar dipintu ruang guru. Aku lihat matanya melihatku. Aku menghindar dan berputar kembali 180 derajat membelakanginya kembali sambil tersenyum kegirangan. Rasanya aku seperti berakting. Posisiku sama sepertinya dengan posisi Nam dalam film thailand yang berjudul A little thing called love (first love) dan dia memerankan tokohnya Mario Maurier. Cocok sekali. Bedanya, kami disini sama sama memiliki pasangan masing-masing. Sayang sekali. Aku coba untuk membalikan badan kembali dan dia sudah tidak disitu. Entah dimana. Menghilang dalam sekejap putaran.
                Beberapa saat ketika aku kehilangan batang hidungnya, aku pergi ke koprasi siswa dekat ruang guru untuk memberikan tugas remedial pada guru ekonomi bersama Nindya. Dia datang kembali lewat koridor dibelakangku. Aku pura-pura tak melihatnya. Karna aku takut salah tingkah untuk yang ke beribu kalinya lagi. Tapi Nindya menyenggol-nyenggolku memberi isyarat untuk menengok ke belakang sebentar untuk melihatnya. Ah gagal pura-pura tak melihatku kali ini. Aku tengok saja kebelakang dan tersenyum kaku karna keki dihadapannya. Semanis-manisnya aku tersenyum padanya, dia hanya menjawab “jelek” dengan datar. What? Just so so? But that make me fly high. Ohh... terpesona. Dasar pria! Bisa saja membuat wanita terbang lantas akan menjatuhkannya kembali. Sepulang sekolah aku dan dia bertemu lagi, tapi berjarak sedikit jauh. Aku tak mau membuat pembalasan dendamku padanya soal di kridor tadi musnah. Jadi, aku mengejeknya dengan menyipit-nyipitkan mataku untuk meniru matanya yang memang sedikit sipit. Rasakan! Dia malah tertawa. Manisnya....
                “tulip, tadi dia malah datang lagi setelah 1 bulan ini aku menjauh..  perasaan ini datang setiap aku melihatnya. Tapi , dia kalau didepan temen-temennya diem sama aku. Cuek. Oh ya, aku lihat twit dia semua, ternyata bukan sama aku aja dia seperti itu. sama wanita-wanita lain yang bukan pacarnyapun dia genit oma. Kasihan yang jadi pacarnya.. aku jadi adiknya saja ah”  #bersambung...

Sinta Gisthi Ardhiani, 3013-2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar