Bagi sebagian orang miskin,
punya uang banyak itu kebahagiaan dan kesempurnaan. Tak perlu bersusah payah
dan bekerja terlalu keras. Banyak orang berdemo ingin gaji bulananya naik. Tapi
nyatanya usaha mereka dari subuh hingga petang meneriaki gedung pemerintah itu
nihil. Mereka hanya bisa menuntut tanpa berfikir. Banyak orang mencuri,
memalak, menodong hanya untuk uang. Mereka itu miskin karena uang, atau miskin
karena kurang bersyukur? Sepertinya yang kedua itu 50 persen benar. Buktinya,
koruptor. Sudah kaya, masih ingin uang. Mereka para koruptor tak melihat orang
bawahan mereka. Dan adapun para orang kaya yang rela mengeluarkan banyak uang
demi tak mau repot. Seperti hari kemarin. Aku memergoki orang kaya menyodorkan
uang pada hakim setelah persidangan ditutup. Aku sebagai saksi dari temanku
yang menjadi korban.
“Bahwa benar serta jelas berdasarkan
keterangan saksi-saksi dan diakui tersangka UNI ITA yang dikuatkan dengan
adanya barang bukti yang berhasil disita bahwa sejak bulan Nopember 2012 sampai dengan bulan Maret 2013 telah
terjadi tindak pidana Pertolongan jahat atau menerima barang berupa berlian
murni seberat 11 kg dari hasil kejahatan
di Jalan Sukontolegowo harees Kecamatan lamaran Kabupaten Karawang. Maka
dengan begitu tersangka UNI ITA dikenai hukuman 15 bulan penjara”
“tok tok tok” palu diketuk 3 kali oleh
hakim menandakan sidang telah berakhir dengan keputusan yang telah ditentukan
dan dipertimbangkan. Dan semua saksi bersorak sorai bergembira.Tetapi
dibelakang persidangan setelah penutupan, Uni Ita menghampiri Hakim. Saya tak
sengaja memperhatikanya.
“permisi pak, saya mohon ringan kan hukuman
saya..” Uni Ita memohon.
“maaf bu, tidak bisa. Ini sudah keputusan
hakim” hakim menjawab tegas sambil bergegas pergi. Sayapun mengikuti jejak
mereka
“pak tolong, saya mohon. Ini ada banyak
uang didalamnya untuk bapak. Tapi saya mohon ringankan hukumanya” bujuk
orangtua Tersangka Uni Ita seraya menyodorkan box berwarna merah muda berisikan
uang jutaan yang telah ia persiapkan. Dengan tergopoh-gopoh orangtua Uni Ita
menyetarakan kakinya dengan hakim.
“MAAF BU. SAYA TIDAK BISA!” suara hakim
meninggi lantas pergi meninggalkan Uni Ita dan menjauhi sogokan yang dibawa
oleh Uni Ita.
Hakim itu tak tergiur ternyata.
Hukuman, memang harus berjalan adil. Negri ini memang butuh hakim tegas yang
menolak mentah-mentah uang dalam koper. Dengan begitu, orang bawahan seperti
saya akan merasa adil. Tetapi, seadil apapun pemerintah bagi orang miskin yang
jauh akan bersyukur pasti tak akan pernah tau keadilan itu. Setelah melihat
para orangkaya menyodorkan uang pada hakim, saya pergi dan membeli makanan
kaki5. Duduk seketika sambil menikmati cuaca yang panasnya merasuk ke dalam
baju dan membuat keringat bercucuran di tubuh yang kepanasan. Saya mendengar
mereka yang selalu menuntut. Selalu ingin uang banyak. Selalu menilai salah
pemerintah. Mereka akan berhenti berbicara mengolok-olok orang kaya ketika
mereka sama kaya dan mendaaptkan apa yang mereka inginkan.
“huh! dagangan gimana? Laku gak mang?”
tanya pengemis yang berpura pura buta sedari tadi pada ata pedagang cilok.
“alah ti segini mulu dari kemaren! Kapan
kaya kali saya! Tuhan mah gak pernah adil sama kita!” mang ata mulai mengoceh
“iya mang! Kapan ya saya kaya. Duit segini
aja. Cape saya! Cape! Orang kaya dapet apa yang mereka pengen mang! Kita?
Engga! Kurangajar emang! Harus pake cara apa lagi kali. Serba sengsara!
Kontrakan belum dibayar lagi. Lah idup gini amat ya!” tutur inah yang sedari
tadi menuntun ita mengemis sambil berpura-pura buta itu.
“tu lah tuhan ak adil, saya kan pengen jadi
orang kaya juga!” tukang sapu di jalan ikut berkumpul mereka dan mengeluh. Saya
yang mendengar hal itu hanya tersenyum.
“iya mang! Kapan kali saya jadi kaya. Bosen
saya jadi orang miskin. Gak bisa berbuat apa-apa. Gak kaya orang kaya! Masa
saya kemarin ngemis ke mobil fortuner gak dikasih! Alah dasar orang kaya pelit!
Mobil bagus tapi kere ngasih orang miskin duit!” celoteh ita. Kata-kata itu
membuat saya sedikit sadar sebagai orang yang masih bisa memberi. Namun,
bagaimana jika orang yang hanya menadahkan tanganya dapat penghasilan yang
lebih daripada orang-orang yang berfikir keras tuk bekerja. Tak ada usaha.
Saya telah habiskan cilok saya. Lantas saya
pergi dan menuju jalan pulang. Tetapi dijarak yang berdekatan saya melihat
tukang bakso cuanki yang biasa melewati rumah saya sedang menghitung uang hasil
jerih payahnya.
“eh
ubay, belum pulang?” saya bertanya pada ubay yang sedang menghitung uang hasil
jualan bakso cuanki nya.
“eh mbak, belum mbak” jawab ubay sambil
tersenyum lepas. Senyum yang membawa kebahagiaan bagi setiap orang yang melihat
kerja kerasnya seharian ini.
“waduh, abis ngitung uang nih. Dapet berapa
hari ini bay? Cukup?” tanya saya lagi pada ubay.
“alhamdulillah mbak, cukup. Segini aja saya
bersyukur. Soalnya ini kerja keras saya. Buat istri saya dirumah. Hehe”
jawabnya lugu. Tiba tiba datang iis. Yang setiap hari juga mengirimkan koran
kerumah saya.
“eh teh ani, belum pulang teh?” tanya Iis
mendahului.
“eh iya nih Is saya engga naik angkot
pulang kerja tadi. Jadi saya jalan.” Jawab saya
“wah pasti cape ya teh. Ayo saya antar
pakai sepeda! Sekalian saya mau pulang juga.” Iis memberi tawaran pada saya.
“ah jadi ngerepotin Is. Engga apa-apa biar
saya pulang sendiri aja. Kasian kamu berat bawanya. Saya kan 50 kilo is hehe”
jawab saya sambil bercanda.
“dih si teteh engga apa-apa teh saya mah
engga keberatan ko. Ayo naik. . Lagian kita kan searah teh” paksa Iis. Sayapun
tak bisa mengelak. Saya pamit pada ubay lantas pulang bersama Iis dan
sepedanya.
Ternyata, bukan sebagian orang miskin yang
gila ingin punya banyak uang. mereka memang miskin akan harta. Tapi Islam
mengajarkan mereka untuk tak berkata bahwa mereka miskin. Karna mereka tak
pernah miskin ilmu, tak pernah miskin kasih sayang, tak pernah miskin hati, dan
yang paling penting mereka memiliki Tuhan. Karna Tuhan selalu menjaga mereka,
juga saya dari uang. Menjaga kami dari keserakahan harta. Dan mengajarkan kami
cara bersyukur.
Semua karna uang. Kaya karna uang, miskin
karna uang. Serakah karna uang, bersyukur karna uang. Tinggal kalian pilih,
uang atau Tuhan yang menciptakan adanya uang dimuka bumi ini. TAMAT.
Sinta Gisthi Ardhiani.
Januari, 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar